Gendhing Raja Manggala Mengalun, Sultan HB X Turun Tangan dan Minta 8 Pedemo Dibebaskan: Sebuah Pelajaran tentang Otoritas Moral di Tengah Gelombang Demo
News Buroko– Dalam sebuah pemandangan yang langka dan penuh makna, alunan Gendhing Raja Manggala, komposisi keraton yang agung, mengudara bukan di dalam tembok beteng melainkan di halaman Mapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di tengah tensi yang memanas, Sri Sultan Hamengku Buwono X hadir secara langsung, menjadi penengah, pemimpin, dan ayah bagi rakyatnya.
Drama di Mapolda DIY: Raja, Rakyat, dan Kapolda
Peristiwa berawal dari unjuk rasa solidaritas yang menyusul tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas dilindas kendaraan taktis Brimob dalam demonstrasi menolak tunjangan fantastis DPR di Jakarta pada Kamis (28/8) malam. Aksi serupa merebak di berbagai kota, termasuk Yogyakarta.
Saat massa masih berkumpul di sekitar Mapolda DIY hingga dini hari, Sultan HB X tiba-tiba muncul setelah melakukan pertemuan tertutup dengan Kapolda DIY, Irjen Pol. Anggoro Sukartono. Dengan tenang dan penuh wibawa, ia mendatangi para demonstran. Didampingi oleh kedelapan orang yang baru saja dibebaskan atas permintaannya, Sultan berbicara tanpa jarak.

Baca Juga: Bupati dan Wabup Boltara Langsung Pimpin Gerakan Mengaji Mingguan
Gendhing Raja Manggala: Musik sebagai Instrument Diplomasi Budaya
Yang membuat adegan ini terasa sangat Yogyakarta adalah iringan Gendhing Raja Manggala yang diputar melalui pengeras suara. Dalam filosofi Jawa, gendhing ini bukan sekadar musik. Ia adalah sebuah uger-uger (isyarat) yang mengandung makna ketenangan, kewibawaan, dan seruan untuk kembali pada ketertiban dan akal sehat.
Malam di Mapolda DIY itu adalah sebuah miniatur Indonesia. Ada kemarahan rakyat, solidaritas, tragedi, respons aparat, dan kemudian hadirnya seorang pemimpin yang mencoba menenangkan dengan cara yang tidak biasa.
Sri Sultan Hamengku Buwono X sekali lagi membuktikan why he is a leader like no other. Ia tidak bersembunyi di balik meja atau mengeluarkan pernyataan pengutukan dari kejauhan. Ia turun langsung, mendengar, bernegosiasi, dan membawa pulang “anak-anaknya” yang ditahan. Meski akhirnya tidak sepenuhnya berhasil mencegah kerusakan, upayanya telah memberikan pelajaran berharga tentang arti kepemimpinan yang humanis, berbudaya, dan berani.







